Banyak kaum muslimin yang tidak megetahui mengapa para Rasul
diutus. Padahal mengetahui tujuan diutusnya para rasul akan mengatar kepada
ketenangan dan keadilan dalam mendudukkan para Rasul –'alaihimush shalatu
wasallam- di kedudukannya yang benar.
Dan ketidak mengertian kaum muslimin
terhadap hal itu menyebabkan mereka tidak bisa mendudukkan Rasulullah –shallallahu
'alaihi wasallam- dan para rasul
yang lainnya di kedudukannya yang semestinya. Sebagian orang berlebih-lebihan
dalam mendudukan Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-. Sampai-sampai
ada yang mendudukan beliau –shallallahu 'alaihi wasallam- sekedudukan
dengan Allah –subhanahu wata'ala- yang telah menghasung mereka kepada
kesyirikan. Misalnya ada diantara kaum muslimin yang berkeyakinan bahwa
Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- mampu mengabulkan permintaan
dan do'a kita kepada beliau atau keyakinan lainnya yang bertentangan dengan
aqidah Islam. Disisi lain ada kaum muslimin yang meremehkan Rasulullah –shallallahu
'alaihi wasallam- dengan memandang beliau sebagai manusia yang diperlakukan
sama dengan manusia yang lain yang bisa ditolak sabdanya dan tidak diikuti
sunnahnya.
Dua kutub manusia ini tentu telah tersalah dalam menyikapi
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam-. Disinilah terlihat
pentingnya kita mengetahui mengapa Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam-
diutus. Sehingga kita bisa mengetahui seberapa pentingnya pengutusan
seorang Rasul kepada manusia.
Paling tidak ada tiga alasan serta hikmah mengapa Allah
mengutus para Rasul sebagaimana yang dipaparkan oleh Syeikh Muhammad bin Shalih
al Utsaimin[1]
–rahimahullah- dalam bukunya "al Qaulul mufid 'ala kitab at
Tauhid/ 1: 27-28" diantaranya :
Pertama : Iqamatul Hujjah artinya menyampaikan alasan atau keterangan Islam. Allah –ta'ala-
berfirman :
رُسُلاً مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
"(Kami mengutus) rasul-rasul sebagai pembawa
berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia
membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul" [QS. An Nisa: 165]
Berkata al Baidhawiy[2]
:"Kalimat (agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
diutusnya rasul-rasul) bermakna sehingga manusia akan mengatakan :"seandainya Engkau ya
Allah mengutus kepada kami seorang Rasul lalu ia menjelaskan kepada kami
risalah dan mengajarkan apa yang kami belum ketahui". Ini adalah sinyal
bahwa diutusnya para nabi –'alaihimush shalatu wassalam- kepada manusia adalah suatu kemestian yang
disebabkan oleh kelemahan semua manusia untuk mengetahui rincian mashlahat
syari'at dan kelemahan mereka mengetahui mayoritas syari'at yang bersifat
global [Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil: 2 /109].
Menurut al Baidhawiy manusia itu butuh seorang
Rasul karena mereka tak kan bisa memahami kehendak Allah kecuali dengan
penjelasan seorang Rasul tentang urusan syari'at.
Kemudian Imam Ibnu Katsir[3] menyatakan maksud ayat ini adalah bahwa
para Rasul memberi kabar gembira berupa kebaikan kepada siapa yang
mentaati Allah dan mengikuti keridhaanNya dan memberi peringatan berupa siksa
dan adzab kepada siapa yang menyelisihi perintahNya dan mendustakan RasulNya.
Beliau juga mengatakan :" Allah –ta'ala- menurunkan kitab, dan mengutus rasul-rasul
dengan membawa kabar gembira dan peringatan, menjelaskan apa yang Allah cintai
dan ridhai, dan apa yang Allah benci dan tidak sukai agar tidak lagi orang
tidak lagi punya alasan. Sebagaimana yang Allah firmankan :
وَلَوْ أَنَّا أَهْلَكْنَاهُمْ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِهِ لَقَالُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَذِلَّ وَنَخْزَى
"Ya
Rabb kami, mengapa tidak Engkau utus seorang rasul kepada kami, lalu kami
mengikuti ayat-ayat Engkau sebelum kami menjadi hina dan rendah?" [QS. Thaha: 134]
Demikian pula firman Allah –subhanahu wata'ala-
:
وَلَوْلا أَنْ تُصِيبَهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ [فَيَقُولُوا رَبَّنَا لَوْلا أَرْسَلْتَ إِلَيْنَا رَسُولا فَنَتَّبِعَ آيَاتِكَ وَنَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Ya Tuhan kami, mengapa Engkau tidak
mengutus seorang rasul kepada kami, lalu kami mengikuti ayat-ayat Engkau dan
jadilah kami termasuk orang-orang mukmin" [QS. Al Qashash: 47]
[lihat tafsir Ibnu Katsir: 2/475].
Kedua : Sebagai rahmat bagi alam semesta. Allah –subhanahu
wata'ala- berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam" [QS.
Al Anbiya: 107]
Ayat ini sangat jelas menerangkan bahwa diutunya Rasulullah –shallallahu
'alaihi wasallam- adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Baik alam nyata
atau alam ghaib, baik manusia, hewan, tanaman, bahkan jin sekalipun. Diutusnya
beliau –shallallahu 'alaihi wasallam- memberikan kebaikan bagi muslim
dan kafir, adanya jaminan keamanan kepada kafir dzimmi, kafir mu'ahad, dan
kafir musta'man merupakan bukti bahwa diutusnya beliau adalah rahmat. Namun barang
siapa yang masuk ke dalam Islam dan istiqamah diatasnya, maka rahmat baginya
lebih sempurna dan lebih banyak.
Ketiga : Menjelaskan jalan
yang dapat menyampaikan kepada Allah, karena seseorang tak akan mengetahui apa
yang Allah wajibkan secara rinci kecuali melalui penjelasan para rasul.
Ini
adalah alasan ketiga mengapa para rasul diutus. Yaitu untuk membawa keterangan dan penjelasan tentang rincian syari'at. Tanpa para rasul manusia tak akan mengenal Allah dan apa yang Dia perintahkan dan larang secara rinci. Ini merupakan bantahan kepada para filosof yang menyakini bahwa tanpa hadirnya seorang rasul dan kitab suci pun manusia ternyata bisa menemukan Allah. Dengan menggunakan akal pikirnya saja, manusia bisa menyimpulkan bahwa ada kekuatan Maha Tinggi yang berada di balik semua realitas kehidupan.
Persepsi tersebut tentunya salah jika yang dimaksudkan mengetahui perintah dan larangan. Karena akal manusia hanya bisa menjangkau apa yang terdeteksi oleh indra. Memang secara fitrah manusia diberi insting untuk mengenal Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits :
Persepsi tersebut tentunya salah jika yang dimaksudkan mengetahui perintah dan larangan. Karena akal manusia hanya bisa menjangkau apa yang terdeteksi oleh indra. Memang secara fitrah manusia diberi insting untuk mengenal Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits :
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Tidaklah ada anak yang lahir, kecuali ia dilahirkan dalam
keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya lah yang menjadikan ia Yahudi, atau
Nashrani, atau Majusi" [HR.
Bukhari dan Muslim]
Lihat baik-baik hadits tersebut ! di dalamnya
ada keterangan bahwa kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, atau
Nashrani, atau Majusi. Siapa majusi ? yaitu agama Persia penyembah api. Jadi
bisa saja seorang yang sudah diberi fitrah melenceng dari fitrahnya jika tidak
dibimbing kepada jalan Allah. Maka Allah pu mengutus para Rasul untuk
menjelaskan syari'at Nya.
Setelah kita mengetahui tujuan
diutusnya para rasul, lalu apa tugas mereka –'alahimush shalatu wassalam- di
bumi ini ?
Tugas para rasul adalah untuk
mengajak manusia beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan peribadatan
kepada selain Allah. Allah –subhanahu wata'ala- berfirman :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
" Dan sungguh
Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut (sesembahan selain
Allah)" [QS. An Nahl: 36]
Berkata Syeikh Shalih al Fauzan :"Sesungguhnya Allah
–subhanahu wata'ala- menberitahu bahwa Dia mengutus seorang rasul kepada setiap kelompok
manusia dan di setiap qurun untuk mengajak mereka beribadah hanya kepada Allah,
dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allah. Dan Allah terus mengutus para
Rasul kepada manusia sejak terjadinya kesyirikan di tengah-tengah manusia pada
zaman Nabi Nuh dan menutupnya dengan mengutus Muhammad –shallallahu 'alaihi
wasallam- [al Mulakhash Fii Syarh Kitab at Tauhid: 11].
Ayat itu juga menunjukkan bahwa tugas para rasul adalah
dakwah kepada tauhid danmelarang dari kesyirikan. Ada pelajaran dari ayat itu
bahwa agama dan dakwah para rasul adalah satu yaitu agama dan dakwah tauhid. Ini
ditunjukkan dengan sabda Rasulullah –shallallahu 'alaihi wasallam- :
وَالْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ"Para nabi itu adalah saudara seayah walau ibu mereka berlainan, dan agama mereka adalah satu.” [HR. Bukhari dalam Kitab Ahadits al-Anbiya’, lihat Fath al-Bari [6/550]. Diriwayatkan pula oleh Muslim dalam Kitab al-Fadha’il dengan redaksi yang agak berbeda]
Demikianlah
sekilas penjelas mengapa Allah mengutus para Rasul, yaitu untuk mendakwahi
ummatnya untuk beribadah hanya kepada Allah bukan untuk diibadahi, serta untuk
ditaati dan bukan didurhakai. Wallahu 'alam
Referensi
1.
al Qur'an al Karim
2.
Muhammad bin Shalih al Utsaimin, al Qaulul mufid 'ala kitab at Tauhid.
3.
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_bin_Shalih_al-Utsaimin, 10 Des 2014
4.
Abdullah bin 'Umar al Baidhawiy, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta'wil
5.
Abul Fida' Ismail bin Umar Ibnu Katsir, Tafsir Qur'anil
'Adzim
6.
Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih Bukhari
7.
Muslim bin al Hajjaj bin Muslim, Shahih Muslim
8.
Dr. Shalih bin Abdillah al Fauzan, al Mulakhash Fii Syarh Kitab at Tauhid
[1] Syaikh Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Utsaimin al-Wuhaiby at-Tamimi adalah seorang ulama era kontemporer yang ahli dalam fiqih. Lebih dikenal dengan nama Syaikh Ibn Utsaimin atau Syaikh Utsaimin. Dilahirkan di kota Unaizah pada tahun 1928. Pernah menjabat sebagai anggota di Hai'ah Kibarul Ulama (semacam MUI di Kerajaan Arab Saudi). Beliau wafat pada tahun 2001 di Jeddah, disholatkan di Masjidil Haram, dan dimakamkan di pemakaman Al-AdlMekkah, Arab Saudi.
[2] Nashiruddin Abu Sa'id 'Abdullah bin 'Umar bin
Muhammad asy Syairaziy al Baidhawiy (wafat th 685 h)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar