Diriwayatkan dari Abdurrahman bin
Yazid bin Jabir –rahimahullah- , dia berkata, aku bertanya kepada Yazid bin
Marsyad –rahimahullah-: ”Mengapa aku tak pernah melihat matamu berhenti
menangis ?”
Namun Yazid balik bertanya :”Apa
urusanmu bertanya tentang hal itu ?”.
Aku (Abdurrahman bin Yazid )
menjawab :”Semoga Allah memberi manfaat dengan jawabanmu itu”. Maka Yazid bin
Marsyad berkata :”Wahai saudaraku, sesungguhnya Allah mengancam aku bahwa Dia akan memasukkan aku ke dalam neraka, jika aku bermaksiat kepada-Nya, jikalau Allah
hanya mengancamku untuk dimasukkan ke dalam kamar mandi, maka sungguh itu sudah
cukup untuk membuatku terus menangis hingga air mataku kering”.
Kemudian Abdurrahman bin Yazid berkata
:”Apakah keadaanmu juga demikian ketika engkau bersendirian ?”
Yazid balik bertanya :”Apa urusanmu
bertanya tentang hal itu ?”. Abdurrahman bin Yazid menjawab :”Semoga Allah memberi manfaat
dengan jawabanmu itu”. Maka Yazid bin Marsyad berkata :”Demi Allah acap kali
menimpaku, ketika aku bersama dengan keluargaku (untuk bersenang-senang –pent-)
namun tiba-tiba aku urungkan niatku. Kadang juga dihidangkan makanan di
hadapanku lalu aku menginginkannya, namun tiba-tiba aku urungkan lalu menangis,
hingga istriku ikut menangis, dan menangis pulalah anak-anakku tanpa mereka
ketahui apa yang membuat kami menangis.
Kadang ada orang yang iba terhadap
istriku, dia mengatakan, Kasian nian istinya tidak memiliki waktu untuk
bersenang-senang bersamanya karena aku senantiasa menangis yang berkepanjangan
di kehidupan ini tanpa ada waktu sejenakpun untuk bercengkrama sekejap pun.
(Sumber : az
Zuhd war Raqa’iq oleh Ibnul Mubarak : 166)
Hikmah Kisah
1. Keutamaan menangis karena Allah. Rasulullah
-shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda
:
لَا يَلِجُ النَّارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ حَتَّى يَعُوْدُ الْلَبَنُ فِيْ الضَّرْعِ
“Tidak
akan masuk ke dalam neraka
orang yang menangis
karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa kembali masuk ke tempat
keluarnya.” (HR. Tirmidzi nomor 1633 dan
dishahihkan oleh al Albaniy dalam al Misykah/3828)
2. Kebiasaan para pendahulu ummat ini untuk
saling mengambil nasehat antara satu dengan yang lainnya. Rasulullah -shallallâhu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
3. Dianjurkan bertanya atas alasan seseorang melakukan suatu perbuatan agar tidak terjadi prasangka buruk kepada saudaranya. Allah Ta’ala berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman jauhilah banyak prasanka,
karena sebagian prasangka adalah dosa, dan jangalah kalian mencari-cari
kesalahan orang lain” (QS. Al Hujarat : 12)
اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَة. قُـلْنَا : لِمَنْ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ قَالَ: لِـلَّهِ, وَ لِكِتَابِهِ, وَ لِرَسُولِهِ, وَ لِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ, وَ عَامَّتِهِمْ“Agama adalah nasihat”. Kami bertanya: “Untuk siapa ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin kaum muslim dan bagi kaum muslim seluruhnya” (HR. Muslim)
3. Dianjurkan bertanya atas alasan seseorang melakukan suatu perbuatan agar tidak terjadi prasangka buruk kepada saudaranya. Allah Ta’ala berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar