23 September 2014

Tauhid pun Terbagi..!

Oleh : Abu ‘Ubaidillah -Hafizhahullah-

Tauhid adalah perkara yang sangat penting didalam Islam.Tauhid ibarat pondasi sebuah bangunan, dimana tidak berdiri suatu bangunan kecuali terbangun diatas sebuah pondasi. Oleh karenanya Allah memerintahkan kaum muslimin untuk mempelajari tauhid.

Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah” (Muhammad 19)
Kalimat “ketahuilah” menunjukkan wajibnya belajar, dan kalimat “sesungguhnya tidak ada sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah” menunjukkan makna tauhid. Jadi ayat ini mewajibkan kepada kaum muslimin untuk mempelajari makna tauhid.

Selanjutnya perkara pertama yang akan kita palajari adalah pembagian tauhid. Ini penting karena kesalahan dalam memahami kalimat (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ) La Ilaha illallah adalah karena kaum muslimin tidak mengerti pembagian tauhid.

Para ulama kita membagi tauhid menjadi tiga bagian: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ dan Sifat dan Tauhid Uluhiyah.

1. Tauhid Rububiyah

Yaitu menyatakan bahwa tidak ada Penguasa alam kecuali Allah, yang menciptakan mereka dan memberinya rizki, mematikan, menghidupkan, menurunkan hujan, mengatur alam semesta, memberi sakit dan menyembuhkannya dan lain-lain dari seluruh perbuatan Allah –ta’ala-. Tauhid jenis ini telah diakui oleh orang-orang musyrik pada masa lalu.
Mereka menyatakan bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ

Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka (orang musyrik) : “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah” maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)” (Al-Ankabut 61)


Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka tidak membuat mereka menjadi muslim dan tidak membebaskan mereka dari api neraka serta tidak melindungi harta dan darah mereka, karena mereka tidak mewujudkan tauhid Uluhiyah, bahkan mereka berbuat syirik/menduakan Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan beribadah kepada selain-Nya.
2. Tauhid Asma’ dan Sifat

Selanjutnya pembagian tauhid yang kedua yaitu Tauhid Asma’ dan sifat. Tauhid ini bermakana beriman bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Dan bahwa nama-nama-Nya merupakan petunjuk yang jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak sebagaimana firman Allah ta’ala:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Tidak ada sesuatupun yang meyerupai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (As Syuro 110)

Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah pun mendengar, Allah pun melihat. Namun pendengaran dan pengelihatan Allah tidak sama dengan pendengaran dan pengelihatan makhluknya. Beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah berarti menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya berupa sifat dan nama bagi-Nya atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya -shallallahu ‘alihi wa salam- dalam haditsnya tanpa ada penyerupaan dengan sesuatupun, tidak pula memalingkan maknanya, atau menolaknya, serta tidak bertanya-tanya tentang bentuk sifat-Nya. Kita hanya bisa mengimaninya sesuai dengan konteks ayat dan hadits.

3. Tauhid Uluhiyah

Tauhid jenis terakhir ini adalah inti tauhid yang di dakwahkan para Rasul. Tauhid ini disebut dengan Tauhid Uluhiyah atau tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh jenis ibadah yang Allah perintahkan kepada kita seperti berdoa, khouf (takut), roja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah (takut), Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta pertolongan, menyembelih, bernazar dan ibadah yang lainnya yang diperintahkan-Nya. Ibadah-ibadah tersebut tidak boleh kita palingkan kepada selain Allah, tapi ibadah tadi harus dan wajib hanya diberikan kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدا
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah (beribadah) kepada seseorangpun didalamnya di samping (menyembah) Allah (Al Jin 18)

Manusia tidak boleh memalingkan sedikitpun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, baik kepada malaikat, kepada para Nabi atau kepada para wali yang shalih dan tidak kepada siapapun dari makhluk yang ada. Karena ibadah tidak syah kecuali jika diperuntukkan untuk Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah, maka dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur.

Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid hanya sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orang-orang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan minta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya yang merupakan perbuatan syirik.

Wujud nyata Tauhid adalah memahami-nya dan berusaha untuk mengetahui hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik dalam hal mencintai, takut (khouf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas, mengagunggkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain Allah, dan tidak ada keinginan terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan. Itulah hakikat tauhid dan hakikat Laa Ilaaha Illallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar