Allah yang menurunkan hujan
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda, (bahwa Allah
berfirman):
“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan
ada yang kafir. Siapa yang mengatakan “Kita diberi hujan karena karunia dan
rahmat Allah”, maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap
bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan “Kita diberi hujan karena pergantian
orbit bintang ini dan ini”, maka dialah yang kufur kepada-Ku dan beriman pada
bintang-bintang.” (HR. Muslim no. 240)
Hadits ini menerangkan tidak bolehnya kita menyandarkan turunnya
hujan kepada selain Allah. Misalnya dengan mengatakan hujan bukan dari
Allah, tapi hujan turun karena samata-mata proses siklus alam, tanpa ada
kehendak Allah sama sekali, sebagaimana yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan
alam pada pelajaran di sekolah-sekolah. Atau meyakini musim lah yang mengatur
dan menciptakan turunnya hujan, bukan Allah. Maka semua keyakinan ini bisa
tergolong kufur akbar (menyebabkan seorang keluar dari Islam) sebab meyakini
bahwa ada Pencipta dan Pengatur selain Allah. Padahal hanya Allah yang dapat
Mengatur dan Menurunkan hujan. Allah berfirman:
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا
“Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.”
(QS. An Naba’ [78]: 14)
Waspada ! Pawang Hujan
Dalam Islam, haram hukumnya memanfaatkan jasa pawang hujan dalam
mencegah atau memindahkan hujan sebab seorang pawang hujan menggunakan bantuan
jin untuk menahan hujan. Kadang mereka menipu dengan do’a-do’a berbahasa Arab,
padahal setelah dicek artinya, ternyata doa’do’a itu mengandung kesyirikan.
Kadang mereka juga berdo’a dengan bertawassul (dengan melalui perantara),
padahal berdo’a harus langsung kepada Allah tanpa perantara. Mereka juga
menggunakan dupa, sesajen, dan berbagai ritual lain yang semua bernuansa
syirik. Maka pawang hujan termasuk dukun, Rasulullah bersabda:
من أتى كاهنـاً فصدَّقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمَّدٍ صلى الله عليه
“Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan perkataannya
maka dia telah kufur terhadap (agama) yang diturunkan kepada Muhammad” (HR.
Abu Dawud)
Terkabulnya do’a tatkala hujan
Saat hujan turun banyak orang yang mengeluh dan mencela hujan, kaum
Muslimin tidak mengetahui bahwa saat turunnya hujan adalah waktu yang mustajab
(yaitu waktu dikabulkannya do’a). Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al
Mughni, 4/342 menuliskan, “Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan,
sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi r bersabda,
“Carilah do’a yang dikabulkan pada tiga keadaan: [1] Saat
bertemunya dua pasukan (dalam jihad), [2] Saat menjelang shalat dilaksanakan,
dan [3] Saat hujan turun.” (Hadis ini dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul
Jami’, no. 1026).
‘Ilmu menangkal angin
Sebelum hujan biasanya angin bertiup sangat kencang, dan syariat
Islam telah mengajarkan ucapan tatkala angin bertiup kencang. Rasulullah
bersabda: “Angin itu termasuk rahmat Allah, ia datang membawa rahmat atau ia
datang membawa adzab. Maka janganlah mencela angin. Mintalah kepada Allah
kebaikannya dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya”. (HR. Abu
Dawud no. 3230)
Angin dan hujan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang tidak
sepantasnya kita mencelanya. Allah berfirman:
وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ آيَاتٌ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan
Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah
matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berakal.” (QS. Al-Jaatsiyah: 5)
Untuk itu bila ada angin yang bertiup kencang, hendaklah kita
mengucapkan:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ
أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا.
“Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan angin ini, dan
aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya.” (HR. Abu Dawud no. 3230)
Misteri dibalik halilintar, kilat dan guntur
Banyak kaum Muslimin yang tidak mengetahui bahwa “الرعد” (halilintar) adalah nama malaikat,
kilat adalah kilatan cambuk cahaya dari malaikat Ro’du, dan guntur adalah suara
cambuk malaikat itu yang timbul dari gerakan awan. Hal ini berdasarkan hadits
dari sahabat Nabi Ibnu Abbas dalam kitab Sunan At-Tirmidzi no. 3117 yang
dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Shohihah no. 1872.
Oleh karena itu, sahabat Nabi Abdullah bin Az Zubair bila mendengar
petir, maka beliau diam menghentikan pembicaraan, kemudian mengucapkan,
سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
‘Subhanalladzi yusabbihur ro’du bihamdihi wal malaikatu min
khiifatih’ (Mahasuci Allah yang halilintar dan para malaikat bertasbih dengan
memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya).
Kemudian beliau mengatakan, “Inilah ancaman yang sangat keras
untuk penduduk suatu negeri.” (Riwayat Imam Bukhari dalam Adabul
Mufrod no. 723, dishohihkan oleh Syaikh Al Albani)
Agar hujan tidak membawa bencana
Agar hujan tidak mendatangkan musibah maka Rasulullah r telah
mengajarkan do’a, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh istri Nabi tercinta,
‘Aisyah yang berkata, ketika turun hujan Rasulullah mengucapkan:
اللهم صيبًا نافعًا
(Allaohumma Shoyyiban nafi’an) Artinya: “Ya Allah turunkanlah hujan
yang bermanfaat” (HR. Bukhari)
Apabila hujan turun dengan sangat deras hingga ditakutkan akan
membawa bencana maka dianjurkan untuk berdo’a:
اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak
kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit,
perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari no.
1013).
Berbasah-basahan saat hujan
Air hujan adalah air yang thohur (air yang suci dan bisa
digunakan untuk bersuci) (Subulus Salam juz 1/9), Allah berfirman: “dan
Kami turunkan dari langit air yang thohur”.
(QS. Al-Furqan: 48)
Sahabat Nabi Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami bersama
Rasulullah r pernah kehujanan. Lalu Rasulullah r menyingkap bajunya hingga
terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau
melakukan demikian?’ Kemudian Rasulullah r bersabda, “Karena air hujan ini baru
saja Allah ciptakan.” (HR. Muslim no. 2120)
Barkata Imam Nawawi: makna hadits ini adalah bahwasanya hujan itu
rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah I, maka Nabi r bertabaruk
(mengambil berkah) dari hujan tersebut. ‘Ulama syafi’iyyah menganjurkan
menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar
terguyur air hujan tersebut”. (dalam Syarh Shahih Muslim annawawiy
6/195)
Imam Ibnu Qudamah berkata dianjurkan untuk berwudhu dari air hujan
apabila airnya mengalir deras (Al Mughni, 4/343). Hal ini
disebutkan dalam hadits: “Apabila air (hujan) mengalir di lembah, Nabi r
mengatakan,’Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan
oleh Allah sebagai alat untuk bersuci’, kemudian kami bersuci dengannya.” (HR.
Muslim)
Dan Bila hujan telah berhenti, maka kita mengucapkan:
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ“Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Muslim no. 240)
Ada yang beda pada adzan di saat hujan
Bila hujan deras turun bertepatan saat waktu sholat, maka ada yang
berbeda pada lafazh adzan.
Pertama: Mengganti lafazh: “Hayya ‘ala Sholah” dengan . صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ
(‘Sholluu fii buyutikum’ artinya ‘Sholatlah di rumah kalian’). Hal
ini berdasarkan hadits dari sahabat Nabi Ibnu Abbas (HR. Muslim no. 1637
& 1638)
Kedua: Menambah lafazh أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ
(‘Alaa shollu fir rihaalikum’ artinya ‘Hendaklah shalat
di rumah kalian’) pada akhir adzan. Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat
Nabi Ibnu ‘Umar (HR. Bukhari (616) dan Muslim (699))
Imam Syafi’ berkata bahwa kedua cara ini dibolehkan (Al-Umm Bab
Adzan). Inilah sunnah adzan ketika hujan deras, saat angin kencang, cuaca
dingin, atau ketika jalan menuju masjid tanahnya sangat becek berlumpur. Imam
Ibnu Baththol berkata: “Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa tidak mengikuti
shalat berjama’ah ketika hujan deras, malam yang gelap dan berangin kencang dan
udzur (halangan) lainnya adalah boleh.” (Fiqh Sunnah, I/234)
Menjama’ sholat di Masjid saat hujan
Bila kita sedang sholat berjama’ah di Masjid sholat Zhuhur atau
Maghrib, lalu tiba-tiba hujan turun deras, maka dibolehkan bagi Imam dan
jama’ahnya untuk menggabung (jama’) antara dua sholat. Caranya setelah sholat
Zhuhur, dikumandangkan iqamah lalu mendirikan sholat Ashar, atau Maghrib
digabung dengan ‘Isya. Hal ini berdasarkan hadis riwayat dari sahabat Nabi,
Ibnu Abbas, ia berkata: “Rasulullah r menjama’ shalat Dzuhur dan
Ashar begitu juga Maghrib dan Isya di Madinah bukan dalam keadaan mencekam
(saat perang,ed) dan bukan pula saat hujan.”(HR. Muslim).
Perkataan Ibnu Abbas dalam hadits di atas bahwa Nabi r menggabung
sholat bukan dalam keadaan mencekam (saat perang) dan bukan pula karena hujan,
menunjukkan bahwa menggabung antara dua sholat dibolehkan dan sudah ma’ruf
(dikenal) di masa Nabi r. (Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah, hal. 136)
Yang perlu diperhatikan bahwa menjama’ sholat ini, harus dilakukan
di Masjid, dan saat hujan betul-betul deras. Majelis ‘Ulama Arab Saudi ditanya
apakah boleh menggabung sholat di rumah karena hujan, maka para ‘ulama berfatwa
“Adapun menjama’ dengan berjama’ah di suatu rumah karena ada halangan yang
telah disebutkan maka tidak diperbolehkan. Karena tidak adanya dalil dalam
syari’at yang suci ini dan tidak adanya alasan yang menyebabkan boleh untuk
menjama’ shalat” (Fatawal Lajnah Ad Da’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah
wal Iftaa’, 10/113).
Demikianlah hal ikhwal dan syari’at islam mengatur kita saat tiba
waktu hujan. Yang menunjukkan bahwa agama kita benar-benar indah, sempurna dan
paripurna. Maka seorang muslim akan merasa sangat bersyukur dengan karunia yang
besar ini. Semoga Allah -subhanahu wata'ala- menjadikan hujan yang
mengguyur kota kolaka yang tercinta ini, sebagai rahmat, berkah, dan hidayah
Allah untuk kita sekalian.
Rujukan | Booklet Assunah kolaka -Sulawesi Tenggara-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar