16 Juni 2013

Sedia Ilmu Sebelum Hujan

Sedia ‘ilmu sebelum hujan bagi seorang Muslim lebih penting dari sekedar “Sedia payung sebelum hujan”.  Sebab tanpa ‘ilmu agama maka hujan tidak memberikan makna yang berarti. Sehingga kita sering mendengar sebagian orang yang mencela tatkala hujan turun. Tahukah anda, bahwa syari’at Islam telah membahas berbagai hal tentang hujan, dan kali ini kita akan membahasnya di booklet kita yang tercinta ini.  Berikut ulasannya.
 Allah  yang menurunkan hujan
Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda, (bahwa Allah berfirman):

Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan “Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah”, maka dialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan “Kita diberi hujan karena pergantian orbit bintang ini dan ini”, maka dialah yang kufur kepada-Ku dan beriman pada bintang-bintang.”  (HR. Muslim no. 240)

Hadits ini menerangkan tidak bolehnya kita menyandarkan turunnya hujan kepada selain Allah. Misalnya dengan mengatakan  hujan bukan dari Allah, tapi hujan turun karena samata-mata proses siklus alam, tanpa ada kehendak Allah sama sekali, sebagaimana yang dipelajari dalam ilmu pengetahuan alam pada pelajaran di sekolah-sekolah. Atau meyakini musim lah yang mengatur dan menciptakan turunnya hujan, bukan Allah. Maka semua keyakinan ini bisa tergolong kufur akbar (menyebabkan seorang keluar dari Islam) sebab meyakini bahwa ada Pencipta dan Pengatur selain Allah. Padahal hanya Allah yang dapat Mengatur dan Menurunkan hujan. Allah berfirman: 
وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا
Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.”
 (QS. An Naba’ [78]: 14)
Waspada ! Pawang Hujan
Dalam Islam, haram hukumnya memanfaatkan jasa pawang hujan dalam mencegah atau memindahkan hujan sebab seorang pawang hujan menggunakan bantuan jin untuk menahan hujan. Kadang mereka menipu dengan do’a-do’a berbahasa Arab, padahal setelah dicek artinya, ternyata doa’do’a itu mengandung kesyirikan. Kadang mereka juga berdo’a dengan bertawassul (dengan melalui perantara), padahal berdo’a harus langsung kepada Allah tanpa perantara. Mereka juga menggunakan dupa, sesajen, dan berbagai ritual lain yang semua bernuansa syirik. Maka pawang hujan termasuk dukun, Rasulullah bersabda:
من أتى كاهنـاً فصدَّقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمَّدٍ صلى الله عليه
 “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan perkataannya maka dia telah kufur terhadap (agama) yang diturunkan kepada Muhammad(HR. Abu Dawud)
Terkabulnya do’a tatkala hujan
Saat hujan turun banyak orang yang mengeluh dan mencela hujan, kaum Muslimin tidak mengetahui bahwa saat turunnya hujan adalah waktu yang mustajab (yaitu waktu dikabulkannya do’a). Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al Mughni, 4/342 menuliskan, “Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi r bersabda,

“Carilah do’a yang dikabulkan pada tiga keadaan: [1] Saat bertemunya dua pasukan (dalam jihad), [2] Saat menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.” (Hadis ini dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’, no. 1026).
 ‘Ilmu menangkal angin
Sebelum hujan biasanya angin bertiup sangat kencang, dan syariat Islam telah mengajarkan ucapan tatkala angin bertiup kencang. Rasulullah bersabda: “Angin itu termasuk rahmat Allah, ia datang membawa rahmat atau ia datang membawa adzab. Maka janganlah mencela angin. Mintalah kepada Allah kebaikannya dan berlindunglah kepada Allah dari keburukannya”. (HR. Abu Dawud no. 3230)

Angin dan hujan adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang tidak sepantasnya kita mencelanya. Allah berfirman:
وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ رِزْقٍ فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ آيَاتٌ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“dan pada pergantian malam dan siang dan hujan yang diturunkan Allah dari langit lalu dihidupkan-Nya dengan air hujan itu bumi sesudah matinya; dan pada perkisaran angin terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal.” (QS. Al-Jaatsiyah: 5)

Untuk itu bila ada angin yang bertiup kencang, hendaklah kita mengucapkan:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا.
“Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan angin ini, dan aku berlindung kepadaMu dari kejelekannya.” (HR. Abu Dawud no. 3230)

Misteri dibalik halilintar, kilat dan guntur

Banyak kaum Muslimin yang tidak mengetahui bahwa الرعد(halilintar) adalah nama malaikat, kilat adalah kilatan cambuk cahaya dari malaikat Ro’du, dan guntur adalah suara cambuk malaikat itu yang timbul dari gerakan awan. Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat Nabi Ibnu Abbas dalam kitab Sunan At-Tirmidzi no. 3117 yang dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash-Shohihah no. 1872.
Oleh karena itu, sahabat Nabi Abdullah bin Az Zubair bila mendengar petir, maka beliau diam menghentikan pembicaraan, kemudian mengucapkan,
سُبْحَانَ الَّذِيْ يُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلَائِكَةُ مِنْ خِيْفَتِهِ
‘Subhanalladzi yusabbihur ro’du bihamdihi wal malaikatu min khiifatih’ (Mahasuci Allah yang halilintar dan para malaikat bertasbih dengan memuji-Nya karena rasa takut kepada-Nya).
Kemudian beliau mengatakan, “Inilah ancaman yang sangat keras untuk penduduk suatu negeri.” (Riwayat Imam Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 723, dishohihkan oleh Syaikh Al Albani)
Agar hujan tidak membawa bencana

Agar hujan tidak mendatangkan musibah maka Rasulullah r telah mengajarkan do’a, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh istri Nabi tercinta, ‘Aisyah yang berkata, ketika turun hujan Rasulullah mengucapkan:
 اللهم صيبًا نافعًا
(Allaohumma Shoyyiban nafi’an) Artinya: “Ya Allah turunkanlah hujan yang bermanfaat” (HR. Bukhari)

Apabila hujan turun dengan sangat deras hingga ditakutkan akan membawa bencana maka dianjurkan untuk  berdo’a:
اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.” (HR. Bukhari no. 1013).

Berbasah-basahan saat hujan

Air hujan adalah air yang thohur (air yang suci dan bisa digunakan untuk bersuci) (Subulus Salam juz 1/9), Allah berfirman: “dan Kami turunkan dari langit air yang thohur”.
(QS. Al-Furqan: 48)


Sahabat Nabi Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kami bersama Rasulullah r pernah kehujanan. Lalu Rasulullah r menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?’ Kemudian Rasulullah r bersabda, “Karena air hujan ini baru saja Allah ciptakan.” (HR. Muslim no. 2120)
Barkata Imam Nawawi: makna hadits ini adalah bahwasanya hujan itu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah I, maka Nabi r bertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut. ‘Ulama syafi’iyyah menganjurkan menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut”. (dalam Syarh Shahih Muslim annawawiy 6/195)

Imam Ibnu Qudamah berkata dianjurkan untuk berwudhu dari air hujan apabila airnya mengalir deras (Al Mughni, 4/343).  Hal ini disebutkan dalam hadits: “Apabila air (hujan) mengalir di lembah, Nabi r mengatakan,’Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci’, kemudian kami bersuci dengannya.” (HR. Muslim)

Dan Bila hujan telah berhenti, maka kita mengucapkan:
مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
 “Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Muslim no. 240)
Ada yang beda pada adzan di saat hujan
Bila hujan deras turun bertepatan saat waktu sholat, maka ada yang berbeda pada lafazh adzan.
Pertama:  Mengganti lafazh: “Hayya ‘ala Sholah” dengan . صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ      (‘Sholluu fii buyutikum’ artinya ‘Sholatlah di rumah kalian’). Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat Nabi Ibnu Abbas (HR. Muslim no. 1637 & 1638)

Kedua: Menambah lafazh أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ (‘Alaa shollu fir rihaalikum’ artinya ‘Hendaklah shalat di rumah kalian’) pada akhir adzan. Hal ini berdasarkan hadits dari sahabat Nabi Ibnu ‘Umar (HR. Bukhari (616) dan Muslim (699))

Imam Syafi’ berkata bahwa kedua cara ini dibolehkan (Al-Umm Bab Adzan). Inilah sunnah adzan ketika hujan deras, saat angin kencang, cuaca dingin, atau ketika jalan menuju masjid tanahnya sangat becek berlumpur. Imam Ibnu Baththol berkata: “Para ulama bersepakat (ijma’) bahwa tidak mengikuti shalat berjama’ah ketika hujan deras, malam yang gelap dan berangin kencang dan udzur (halangan) lainnya adalah boleh.” (Fiqh Sunnah, I/234)
Menjama’  sholat di Masjid saat hujan
Bila kita sedang sholat berjama’ah di Masjid sholat Zhuhur atau Maghrib, lalu tiba-tiba hujan turun deras, maka dibolehkan bagi Imam dan jama’ahnya untuk menggabung (jama’) antara dua sholat. Caranya setelah sholat Zhuhur, dikumandangkan iqamah lalu mendirikan sholat Ashar, atau  Maghrib digabung dengan ‘Isya. Hal ini berdasarkan hadis riwayat dari sahabat Nabi, Ibnu Abbas, ia berkata: “Rasulullah r menjama’ shalat Dzuhur dan Ashar begitu juga Maghrib dan Isya di Madinah bukan dalam keadaan mencekam (saat perang,ed) dan bukan pula saat hujan.”(HR. Muslim).  
Perkataan Ibnu Abbas dalam hadits di atas bahwa Nabi r menggabung sholat bukan dalam keadaan mencekam (saat perang) dan bukan pula karena hujan, menunjukkan bahwa menggabung antara dua sholat dibolehkan dan sudah ma’ruf (dikenal) di masa Nabi r. (Al Wajiz fii Fiqhis Sunnah, hal. 136)

Yang perlu diperhatikan bahwa menjama’ sholat ini, harus dilakukan di Masjid, dan saat hujan betul-betul deras. Majelis ‘Ulama Arab Saudi ditanya apakah boleh menggabung sholat di rumah karena hujan, maka para ‘ulama berfatwa “Adapun menjama’ dengan berjama’ah di suatu rumah karena ada halangan yang telah disebutkan maka tidak diperbolehkan. Karena tidak adanya dalil dalam syari’at yang suci ini dan tidak adanya alasan yang menyebabkan boleh untuk menjama’ shalat” (Fatawal Lajnah Ad Da’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Iftaa’, 10/113).

Demikianlah hal ikhwal dan syari’at islam mengatur kita saat tiba waktu hujan. Yang menunjukkan bahwa agama kita benar-benar indah, sempurna dan paripurna. Maka seorang muslim akan merasa sangat bersyukur dengan karunia yang besar ini. Semoga Allah -subhanahu wata'ala-  menjadikan hujan yang mengguyur kota kolaka yang tercinta ini, sebagai rahmat, berkah, dan hidayah Allah untuk kita sekalian.
                                  
Rujukan | Booklet Assunah kolaka -Sulawesi Tenggara-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar