Ini adalah tulisan kedua dari syarat La Ilaha Illallah, dari lanjutan tulisan sebelumnya. Pembaca akan diajak menelusuri indahnya dalil-dalil al Qur'an dan Sunnah yang membicarakan syarat-syarat tersebut. Sebelumnya kita telah membahas syarat pertama hingga syarat ke empat. Sekarang kita akan melanjutkan syarat ke lima hingga ke delapan. Berikut penjelasannya.
Syarat Kelima
Jujur yang akan menghilangkan sifat dusta.
Yaitu mengucapkan kalimat ini (لا إله إلا الله ) dengan jujur dari hatinya. Jika ia mengucapkan dengan
lisannya namun hatinya tidak membenarkan maka ia telah melakukan kemunafikan
dan kedustaan.
Alloh –subhanahu
wata’ala-
berfirman :
الم(1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ(2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ(3)
“Alif laam miim.
Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji ?. Dan sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka supaya Alloh mengetahui
orang-orang yang jujur dan orang-orang yang dusta”(QS. Al Ankabut : 1-3)
Tak seorang mu’minpun
yang mengatakan beriman kepada Allah kecuali mereka akan diuji oleh Allah
–subhanahu wata’ala-. Ujian akan menampakkan hakikat seseorang, apakah ia jujur
dengan keimanannya ataukah ia hanya berpura-pura.
Dan Alloh –subhanahu wata’ala- berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ(8) يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلا أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ(9) فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ(10)
“Di antara
manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian padahal mereka bukan orang-orang yang beriman,
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu
dirinya sendiri sedang mereka tidak merasakan,
Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya, dan
bagi mereka siksa yang pedih, terhadap apa yang
mereka dustakan” (QS. Al
Baqoroh : 8-10)
Dari sahabat Anas bin malik –radiyallahu ‘anhu-
ia berkata : “telah bersabda rosulullah –shallallahu ‘alaihi
wasallam- :
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak
diibadahi kecuali Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah
dengan jujur dari hatinya kecuali Allah
akan mengharamkannya
masuk kedalam neraka”
(HR.
Bukhori /128 dan ini adalah lafadz beliau, Muslim/32).
Inilah keutamaan jujur dalam beragama. Jujur dalam
berucap dan beramal. Kejujuran akan mengantarkan sesorang kepada syurga dan
akan menghindarkannya dari api neraka.
Syarat Keenam
Ikhlas yang menghilangkan kesyirikan,
kemunafikan, riya, dan sum’ah.
Ikhlas
adalah membersihkan amalan dengan memperbaiki niat dari segala kotoran-kotoran
kesyirikan. Keikhlasan akan membersihkan
kesyirikan yang merupakan dosa terbesar, demikian pula kemunafikan. Orang
munafik adalah gambaran orang-orang yang tidak ikhlash dalam beragama. Mereka
berprinsip “disini senang dan dan sana senang” dan bukan prinsip mengikuti kebenaran.
Allah memerintahkan kita untuk beribadah
hanya kepadaNya dengan cara memurnikan ketaatan dan peribadatan. Allah –subhanahu wata’ala-
berfirman :
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“….Maka beribadahlah kepada
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya” (QS. azZumar : 2)
Dan
Allah –subhanahu wata’ala-
berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya….” (QS. Al Bayyinah : 5)
Para pembaca sekalian, ketahuilah bahwa orang yang paling bahagia pada hari
kiamat dengan syafa’at rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang
yang mengucapkan kalimat tauhid dengan ikhlas dari lubuk hatinya. Bukan karena
tendensi tertentu sehingga ia mengucapkan kalimat tersebut.
Dari sahabat Abu Hurairah –radiyallahu ‘anhu- ia berkata bahwa rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ
“Manusia
yang paling bahagia dengan syafaatku pada hari kiamat adalah orang yang
mengucapkan (لا إله إلا الله ) dengan ikhlash dari hatinya” (HR. Bukhori/99)
Demikian pula orang
yang mengucapkan kalimat tauhid dengan mengharapkan wajah Allah, atau
menginginkan pertemuan dengan Allah pada hari kiamat, maka Allah akan
mengharamkan ia dari sentuhan api neraka.
Disebutkan dari sahabat ‘Itban bin malik –radiyallahu ‘anhu-
ia berkata bahwa rasulullah–shallallahu ‘alaihi
wasallam- bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ
“Sungguh Allah
mengharamkan dari neraka orang yang mengucapkan (لا إله إلا الله ) karena mengharapkan wajah Allah” (HR. Bukhori/415 dan
Muslim dalam kitab al Masajid wa mawadhi’ish sholah/263)
Syarat Ketujuh
Cinta kepada kalimat yang agung dan barakah ini serta
mencintai segala tuntutan dan konsekwensi yang ditunjukkan oleh kalimat Laa
Ilaha Illallah. Demikian pula mencintai orang-orang yang mengamalkannya dengan
memegangi syarat-syaratnya. Termasuk
juga membenci pembatal dari syarat-syarat tersebut.
Allah –ta’ala- berfirman :
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Diantara manusia ada orang-orang yang menjadikan
tandingan-tandingan bagi Allah, mereka mencintai tandingan-tandingan tadi
seperti mereka mencintai Allah, dan orang-orang yang beriman lebih mencintai
Allah” (QS. Al Baqarah : 165)
Ayat ini menjelaskan tentang kondisi manusia, bahwa ada
diantara mereka yang menjadikan tandingan bagi Allah. Dan itu terlihat ketika
mereka tidak murni mencintai Allah, namun kecintaan mereka kepada Allah mereka
bagi dengan mencintai selain Allah. Ini berbeda dengan orang yang mencintai
sesuatu dengan dasar cinta kepada Allah. Mereka mencintai sesuatu karena Allah
yang memerintah mereka. Bagaimana lagi orang yang lebih mencintai selain Allah
dari pada Allah. Para ulama menyebut ini dengan ‘Syirkul Mahabbah’ yaitu syirik
dalam hal mencintai, karena cinta adalah ibadah dan ibadah haruslah dilakukan
atas dasar cinta. Namun tahukan anda bahwa cinta orang beriman kepada Allah
melebihi cinta orang-orang musyrik kepada sesembahannya sebagaimana tersebut
dalam ayat di atas “dan orang-orang yang beriman lebih mencintai Allah”
Cinta akan menghilangkan kebencian, sehingga ketika
generasi ummat ini ada yang murtad, maka Allah akan menggantikannya dengan
lawannya, yaitu generasi yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah.
Sebagaimana firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ....
“Wahai
orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kalian yang murtad dari
agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai Allah dan
merekapun mencintai Allah....”(QS.
Al Maidah : 54)
Dalam
hadits dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-
beliau berkata bahwa rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda :
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga
perkara yang barangsiapa ada padanya, maka ia akan merasakan manisnya keimanan,
yaitu jika Allah dan Rasulnya lebih ia cintai daripada selainnya, tidak
mencintai seseorang kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada
kekufuran seperti bencinya ia dimasukkan ke dalam neraka” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Inilah iman, indah dan manis bagi mereka yang Allah tanamkan
kecintaan kepada keimanan dalam hatinya. Allah dan rasulNya lebih ia cinta dari
selainnya, ia tidak mencintai kecuali karena Allah, dan ia benci kembali kepada
kekufuran, termasuk kekufuran dalam hal cinta.
Maka Ahli La Ilaha Illallah mencintai Allah dengan
kecintaan yang ikhlash, sedang ahli kesyirikan mereka mencintai Allah namun
mereka juga mencintai selain Allah bersamaan ia mencintai Allah dan ini akan menghilangkan
tuntutan La Ilaha Illallah.
Syarat Kedelapan
Mengingkari thaghut yaitu sesembahan
selain Allah lalu beriman kepada Allah
sebagai Rabb, pencipta, dan dzat yang berhak diibadahi.
Pengingkara kepada thaghut adalah syarat benarnya tauhid kita,
syarat benarnya “La Ilaha Illallah” kita. Tanpa pengingkaran ini, maka tauhid kita
tak bermakna dan tak berguna. Sebagaimana kita telah jelaskan pada risalah ‘makna
La Ilaha Illallah’. Bahwa La Ilaha Illallah mengandung makna penafian, maksudnya
adalah peniadaan bentuk sesembahan selain Allah. Dan ini terwujud dengan pengingkaran
orang yang mengucapkan kalimat tauhid ini terhadap thaghut yang disembah dan diibadahi
selain Allah. Ukuran keiman seseorang dilihat dari pengingkarannya terhadap sesembahan
selain Allah.
Allah
berfirman :
قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang
sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al Baqarah : 256)
Maksud buhul tali yang kuat adalah kalimat La Ilaha Illallah. Kalimat ini akan terwujud dengan penafian
dan Itsbat (menetapkan ibadah hanya bagi Allah).
Dan hadits Rasulullah –shallallahu ‘alai wasallam- dari Thariq bin Asy yam –radhiyallahu ‘anhu-
ia
مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مَنْ دُونِ اللهِ، حَرُمَ مَالُهُ، وَدَمُهُ، وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ
“Barangsiapa yang mengucapkan La Ilaha
Illallah dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka haram hartanya (diambil) serta
darahnya
(ditumpahkan), dan perhitungannya ada
sisi Allah” (HR. Muslim /23 dan Ahmad 3/472)
Berkata Syeikh Muhammad bin Abdil Wahhab al
Wushabiy –hafidzahullah- :” La Ilaha Illallah mengumpulkan antara peniadaan
(nafiy) dan penetapan (Itsbat). Kalimat La Ilaha (لَا إِلَهَ) meniadakan segala sesembahan selain
Allah. Dan kalimat Illallah (إِلَّا اللهُ) menetapkan ibadah hanya bagi Allah yang
tiada syerikat baginya.
Kedelapan syarat-syarat ini terkumpul dalam dua bait syair
Kedelapan syarat-syarat ini terkumpul dalam dua bait syair
علم يقين و إخلاص و صدقك مع
محبة و إنقياد و القبول لـهـــا
وزيد ثامنـها الكفران منك بما
سوى الإله من الأشياء قد ألــها
Ilmu, yakin, ikhlash, dan kejujuranmu, disertai....
Cinta, ketundukan, dan menerima....
Dan tambahkanlah yang kedelapan yaitu pengingkaranmu....
Terhadap selain Allah, dari segala sesuatu yang disembah....
Lihatlah syarat-syarat La Ilaha
Illahllah pada kita ma’arijul qabul yaitu kitab yang menjelaskan “Sullamul
wushul ila ‘ilmil ushul fii at Tauhid” tulisan asy Syaikh Hafidz bin
Ahmad Hakamiy 2/418-424)
Dan juga kitab “al Muhimmah
Li ‘ammatil ummah” tulisan asy Syeikh ‘Abdul Azis bin ‘Abdillah bin Baz
–rahimahullah- pada pelajaran kedua.
(Dijelaskan oleh Abu Ubaidillah berdasarkan
Kitab ‘al Qaulul Mufid Fii Adillatit Tauhid tulisan Syeikh Muhammad bin Abdil Wahhan
al Wushabiy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar