10 Oktober 2014

Makna La Ilaha Illallah


Sudah semestinya seorang muslim mengetahui perkara-perkara agamanya. Terkhusus yang berkaitan dengan urusan Aqidah Tauhid. Persoalan aqidah adalah persoalan dasar dalam beragama. Baik buruknya agama kita tergantung dari baik buruknya aqidah (keyakinan) kita. Jadi aqidah ibarat pondasi sebuah bangunan dan akar sebuah pohon.  Allah –subhanahu wata’ala- berfirman :
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kokoh (menancap ke bumi)  dan cabangnya (menjulang) ke langit(QS. Ibrahim : 24)

Perhatikan wahai para pembaca –semoga Allah merahmati kalian- dalam ayat ini Allah mempermisalkan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Pohon yang baik ditandai dengan kekuatan akarnya, sehingga mampu menopang cabangnya yang tinggi menjulang. Demikian pula kalimat yang baik. Para ulama menafsirkan “kalimat yang baik” adalah kalimat La Ilaha Illallah. Kalimat ini adalah penopang dari setiap amalan yang dilakukan oleh seorang muslim. Kokohnya  La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ) adalah tanda kokohnya setiap amalan.

Namun dalam kenyataannya tidak setiap muslim memahami makna kalimat La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ), padahal dalam al Qur’an Allah berfirman :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan (Yang berhak diibadahi) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu(QS. Muhammad : 19)
Ayat ini memerintahkan kita untuk mengetahui. Mengetahui berarti mempelajari, karena tidaklah mungkin seseorang mengetahui sebuah perkara kecuali dengan mempelajarinya. Rasulullah bersabda :
إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ
Sesungguhnya Ilmu itu didapatkan dengan belajar(HR. Bukhari)
Oleh karena itu ayat ini memerintahkan kita untuk mempelajari semua yang berkaitan dengan La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ). Diantaranya tentang makna kalimat ini.
Para pembaca sekalian –semoga Allah memberkahi kalian semua- ketahuilah bahwa kalimat La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ) bermakna “Tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah, dan sesuatu selain Allah jika diibadahi, maka ibadah tersebut adalah ibadah yang batil atau salah”.
Inilah makna yang benar terhadap kalimat La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ). Allah –subhanahu wata’ala- berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah (Sesembahan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain Allah, maka itu adalah sesembahan  yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar(QS. Al Hajj : 62)
Dalam ayat ini Allah menyebutkan bahwa ada sesembahan selain Allah yang diibadahi oleh manusia, namun semua sesembahan tersebut adalah sesembahan yang salah dan batil. Sesembahan yang sebenarnya adalah Allah –subhanahu wata’ala-. Allah tidak mengingkari keberadaan sesembahan yang lain selain Dia, cuma yang Allah ingkari adalah kesalahan orang yang beribadah kepada selain Allah, karena sesembahan-sesembahan selain Dia adalah sesembahan yang batil dan tidak berhak untuk diibadahi. Orang yang memahami makna La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ), maka ia akan meninggalkan ibadah kepada selain Allah dan memperuntukkan ibadahnya hanya kepada Allah.
Makna salah tentang La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله )
Dari uraian diatas, maka kita bisa memahami kesalahan sebagian kaum Muslimin dalam memahami makna La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ). Diantara pendapat mereka adalah :

1. Tidak ada Tuhan selain Allah
Ini adalah makna yang keliru terhadap kalimat La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ), karena makna ‘tidak ada Tuhan selain Allah” memberi gambaran bahwa tidak ada sesembahan lain kecuali Allah. Ini bertentangan dengan dalil dan kenyataan. Allah –subhanahu wata’ala- berfirman :
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah (Sesembahan) Yang Hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain Allah, maka itu adalah sesembahan  yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar(QS. Al Hajj : 62)

Kalimat “sesungguhnya apa saja yang mereka sembah selain Allahmenunjukkan bahwa ada tuhan-tuhan lain atau boleh dikatakan sesembahan-sesembahan lain selain Allah. Ada berhala, patung, jin, batu, sungai, dan lain-lain yang dipertuhankan dan disembah oleh sebagian manusia. Itu ada dan nyata, namun sesembahan-sesembahan tersebut adalah sesembahan yang batil. Sehingga tidak layak untuk diberikan hak peribadahan.

2. Tidak ada pencipta selain Allah
Makna ini juga keliru, karena kalimat “pencipta” tidak terkandung pada kalimat ilah (إله) sebagaimana yang termaktub dalam kalimat tauhid La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ). Kalimat tidak ada pencipta selain Allah lebih tepat dibahasakan dengan La rabba Illallah (لا رب إلا الله). Demikian pula apa yang di utarakan sebagian orang bahwa maknanya adalah “tidak ada pemberi rizki, yang mematikan dan menghidupkan, pengatur alam semesta selain Allah”. Karena itu semua adalah kandungan dari kalimat La rabba Illallah (لا رب إلا الله).
Disisi lain bahwa makna tersebut tidak menunjukkan tauhid yang terkandung dalam La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ) yang didakwahkan para Rasul. Seandainya maknanya demikian maka orang-orang musyrik di zaman nabi yang beliau perangi akan menjadi orang yang mentauhidkan Allah dan bukan orang musyrik lagi. Karena mereka mengatakan tidak ada pencipta selain Allah.
قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ اللَّهِ
Katakan (kepada orang musyrik) siapakah pencipta langit yang tujuh dan arsy yang agung, maka mereka akan mengatakan Allah”(QS. Al Mu’minun : 86)
Inilah pengakuan orang musyrik, namun tidak menjadikan mereka sebagai seorang muslim dan tetap diperangi oleh Rasulullah –shallalhu ‘alaihi wasallam-.


Barangsiapa yang memahami hal tersebut, maka hendaklah ia menjelaskan kepada manusia jika ia mendapati mereka salah didalam memahami kalimat tauhid La Ilaha Illallah ( لا إله إلا الله ) denga cara yang lembut, bijaksana, arif, dan tentunya dengan dalil yang jelas.

(Tulisan Abu Ubaidillah al Atsariy -Hafidzahullah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar